Suku Tengger adalah masyarakat yang mendiami dataran tinggi wilayah pegunungan Tengger, meliputi Gunung Bromo dan Gunung Semeru dari jaman Majapahit
Seperti kebanyakan suku-suku yang ada di Indonesia pastinya memiliki legenda. Legenda suku Tengger bermula dari Rara Anteng dan Jaka Seger yang dipercaya oleh suku Tengger sebagai cikal-bakal nenek moyang mereka.
Secara harfiah Tengger diterjemahkan sebagai orang-orang dataran tinggi dan tanpa bisa diketahui istilah kata Tengger berasal dari bahasa apa. Secara etimolgi istilah Tengger berasal dari bahasa Jawa yang artinya tegak, diam tanpa bergerak. Namun apabila di kaitkan dengan kepercayaan yang ada di masyarakat, Tengger adalah singkatan dari Tenggering budi luhur.
Sekilas Masyarakat Suku Tengger
Pegunungan Tengger dari jaman Kerajaan Hindu di Pulau Jawa dianggap sebagai tempat suci yang dihuni oleh abdi spiritual dari Sang Hyang Widi Wasa disebut juga sebagai Hulun. Hal ini di buktikan dengan ditemukannya sebuah Prasasti yang bernama Prasasti Walandhit berangka 1327 Saka atau 1405 M di daerah Pananjakan, desa Wonokitri, Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan. Dalam Prasasti tersebut tertulis bahwasanya ada sebuah desa yang bernama Walandhit di pegunungan Tengger merupakan tempat suci yang dihuni oleh Hyang Hulun atau Abdi Tuhan.
Awal abad ke 17 Kerajaan Islam Mataram mulai memperluas kekuasaannya hingga ke jawa Timur, namun suku Tengger masih memegang dan mempertahankan identitasnya dari pengaruh Kerajaan Islam Mataram. Namun sayang masyarakat Tengger takluk juga oleh pemerintahan Belanda pada tahun 1764 dan tahun 1785 Belanda mendirikan tempat peristirahatan di daerah Tosari kemudian menanam sayuran Eropa yang mereka seperti kentang, wortel dan kubis. Akan tetapi pada abad ke 19 situasi politik mulai berubah dengan kedatangan penduduk dari daerah lain menghuni daerah tersebut di karenakan kekurangan jumlah penduduk.
Legenda Suku Tengger Bromo
Rara anteng adalah seorang Putri dari Kerajaan Majapahit yang melarikan diri karena saat itu Kerajaan Majapahit sedang mengalami pergolakan. Kemudian Rara Anteng menetap di wilayah Penanjakan dan bertemu dengan seorang Resi yang bernama Dadap Putih dan diangkat sebagai anak. Jaka Seger yang berasal dari Kerajaan Kediri pergi mengasingkan diri karena situasi kerajaan yang sedang kacau kemudian menetap di desa keduwung sambil mencari keberadaan pamannya yang tinggal disekitar Gunung Bromo.
Singkat cerita Rara Anteng dan Jaka Seger bertemu, keduanya pun jatuh cinta dan akhirnya menikah. Selama sewindu usia pernikahan mereka belum juga dikaruniahi seorang anak. Kemudian Jaka Seger dan Rara Anteng memutuskan bertapa di Gunung Bromo dan setelah bertapa selama 6 tahun barulah permohonan mereka dikabulkan. Namun permohonan mereka disertai dengan syarat harus mengorbankan nyawa anak bungsu mereka yaitu menumbalkan ke kawah Bromo. Mereka pun menyetujui syarat tersebut dan keduanya di karuniahi 25 orang anak.
Hingga pada suatu hari Gunung Bromo bergemuruh, Jaka Seger dan Rara Anteng tahu bahwa inilah saatnya untuk menyerahkan anak bungsu mereka yang bernama Raden Kusuma sebagai tumbal ke kawah Bromo. Namun mereka masih belum rela untuk mengorbankan anaknya tersebut. Lalu keduanya menyembunyikan Raden Kusuma di daerah Ngadas, akan tetapi letusan Gunung Bromo tersebut sangat dahsyat hingga menjangkau sampai ke tempat persembunyian Raden Kusuma dan akhirnya sampai tersedot masuk ke dalam Kawah Bromo.
Dari dalam kawah Bromo saat itu, terdengar suara dari Raden Kusuma dan berpesan kepada saudaranya untuk hidup rukun dan dia rela dikorbankan menjadi persembahan untuk kesejahteraan dan kerukunan orang tuanya beserta saudaranya. Raden Kusuma juga berpesan agar setiap tanggal 14 Kasada untuk mengirimkan hasil bumi ke Gunung Bromo. Dari Legenda ini pula asal muasal diadakannya Upacara Yadnya Kasada yang dilangsungkan setiap tahunnnya di Gunung Bromo. Sedangkan Nama Tengger diambil dari potongan nama mereka yaitu An-Teng dan Se-Ger.
COMMENTS